Dandianjurkan bagi seluruh murid murid Thoreqot Qodiriyah Naqsyabandiyah Pondok Pesantren Suryalaya untuk mengamalkannya. Alkisah Syaikh Mursyid Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh, beliau ayah dari Abah Anom Suryalaya) berguru kepada Syaikh Kholil Bangkalan Madura.
Siapasangka mantan pemimpin Pertubuhan Islam Muhammadiyah Buya Hamka ternyata mengikuti Thoriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah dari Pondok Pesantren Suryalaya. Ketua MUI ( Majlis Ulama Indonesia ) pertama ini berbaiat kepada Abah Anom, mursyid thoriqah dari Pesantren Suryalaya Tasikmalaya lebih kurang pada awal tahun 1981. Ketika itu ayahanda
PuasaSenin-Kamis 7x atau puasa sunnah 40 hari, bacaanya Shalawat : ALLOHUMA SHALI ALA SAIDINA MUHAMMADIN ADADAMAA FIILMIHI SHOLATAN DAA IMATAN BIDAWAAMI MULKILLOH. Puasa 3 hari dimulai dari Selasa Kliwon bacaanya Basmalah dan Ta’awudz. Puasa 3 hari mutih bacaan Alif Lam Mim, Alif Lam Ro, Alif Lam Mim.
AMALANTQN SURYALAYA Disusun Oleh: Abdul Ghoets Daftar Isi. Pembukaan. Amalan Harian, Dzikir Dan Tata Caranya Demikian harapan Abah, semoga para ikhwan dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. 1994-06-25 00:00:00, Alloh akan mengganti kesusahan dengan kesenangan, dan kesulitan dengan kemudahan. ***
KABUPATENTASIKMALAYA, Mantan birokrat Dr H Iwan Saputra SE MSi dipercaya menjadi ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Latifah Mubarokiyah Suryalaya. Acara pengukuhannya digelar di kampus STIE Latifah di kampus lingkungan Pondok Pesantren Suryalaya, Rabu (23/6/2021). Acara pelantikan tersebut dilakukan dengan
Suryalaya 94Pada tahun 1971, Pondok Pesantren Suryalaya terus meningkatkan kepercayaan orang tua dengan mendirikan pusat Rehabilitasi untuk anak-anak remaja yang terlibat narkoba dan kenakalan remaja. Banyak diantara mereka terjerumus dalam Penyalah gunaan obat-obatan terlarang atau narkotika. Yang
SetelahAbah Sepuh meninggal maka kepemimpinan pesantren dan TQN dilanjutkan oleh putranya K.H. Ahmad Shohibul Wafa Tajul yang populer dipanggil Abah Anom yang lahir di Suryalaya tahun 1915.40 Sistem pendidikan di pesantren Suryalaya adalah seperti yang ada pada pesantren-pesantren Salaf pada umumnya, yakni dengan sistem sorogan, bandongan dan
SufiRoad: Abah Anom Suryalaya; MENTERI BUMN DAHLAN ISKAN BERSILATURAHMI KE PONDOK Kisah Sufi; Pangersa Abah Anom : Kiai Pasak Bumi yang Zuhud; Kisah sufi; Kisah sufi; BULU PERINDU : RDR NAGA PUTIH; Sunan Bonang dengan Santrinya; Sufi road n sufi funky; Hukum Ghibah Juni (39) 2012 (10) Desember (4) November (5)
TarekatQodariyah Naqsyabandiyah cukup meluas perkembangannya. Di Jawa Barat salah satu pusat penyebaran adalah di pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, yang pernah dipimpin Kiai Shahibul Wafa' Tajul Arifin alias Abah Anom. Berdasar silsilah, keberadaan Tarekat Qodariyah-Naqsabandiyah di Pesantren Suryalaya, berasal dari Mursyid Ahmad Khatib As
Semuapencapaian yang telah Abah Anom Suryalaya raih ini menarik perhatian presiden Republik Indonesia, Soeharto, dengan menganugerahkan tanda kehormatan Satyalencana Kebaktian Sosial kepada Abah Anom selaku pimpinan pesantren Suryalaya. Piagam tanda kehormatan tersebut dianugerahkan pada 27 November 1985 yang bertepatan di
Y0amM. Pekanbaru, NU Online Dalam dialek Sunda, Abah Anom berarti 'Kiai Muda'. Nama aslinya ialah KH Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin. Dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1915 di Desa Suryalaya, Tasikmalaya, Jawa Barat, Abah Anom merupakan putra dari Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad Abah Sepuh, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dan ibunya bernama Hj Juhriyah. Sebagai ahli Thariqah Qadiriyah wan Naqsabandiyah, orang-orang menyebut Abah Anom sebagai waliyullah. Sejak tahun 1981, abah Anom banyak memberi pengaruh positif di kalangan generasi muda yang terpengaruh narkoba, bahkan banyak dari mereka yang pulih total dari pengaruh barang haram itu. Ini diceritakan juga oleh Guru Besar UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Prof Khairunnas Rajab saat berkunjung ke Pondok Pesantren Suryalaya pada tahun 2005 silam. Khairunnas mengatakan, saat itu dirinya juga diberi kesempatan untuk 'ditalqin' zikir oleh Abah Anom. “Saat itu saya bersama Kiai Rahmat, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Suryalaya berjalan menuju ruangan di mana Abah Anom duduk di sebuah kursi sambil berzikir. Di sela-sela itu Kiai Rahmat meminta agar saya bersedia 'ditalqin' zikir oleh Abah Anom. Kesempatan itu tidak saya sia-siakan. Saya bersyukur bisa didokan oleh Abah Anom,” ungkap Khairunnas, Kamis 29/4. “Kesempatan menerima 'talqin' zikir tidak didapat semua orang. Maka apa yang berlaku kepada saya merupakan kesempatan emas yang tidak mungkin terulang kedua kali,” sambungnya. Khairunnas Rajab mengaku seperti mendapat anugerah spiritual setelah didoakan Abah Anom. Dirinya menyelesaikan gelar dan diangkat menjadi dosen di UIN Sultan Syarif Kasim Riau pada tahun 2006. Ia juga mendapat gelar profesor pada masa pengabdian kurang dari 9 tahun. “Setelah saya diangkat sebagai dosen, saya juga dilantik Bupati Natuna sebagai staff ahli, dan semua proses itu berlangsung sangat cepat,” pungkas pria yang kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau itu. Abah Anom adalah seorang Psikoterapis di Pondok Pesantren Inabah Suryalaya. Kepiawaian Abah dalam mengobati pecandu narkoba bahkan terkenal sampai ke luar negeri. Pada tahun 2005 saja, lanjut Khairunnas, tidak kurang dari pasien pecandu narkoba yang pulih total. Ini menandakan bahwa terapi zikir melalui Thariqah Qadiriyah wan Naqsabandiyah adalah model psikoterapi Islam yang teruji akurat. Koordinator Wilayah Sumatera Asosiasi Penyelenggara Perguruan Tinggi Psikologi Indonesia AP2TPI itu juga turut mendoakan Abah Anom yang wafat pada 5 September 2011. Ia berharap ke depan akan banyak bermunculan ulama ahli zikir seperti Abah Anom. Kontributor M. Owen Maulana Editor Syamsul Arifin
Oleh Yanuar Arifin Tokoh wali ini lebih dikenal dengan nama Abah Anom. Dalam bahasa Sunda, Abah Anom berarti "Kiai Muda". Nama aslinya ialah KH Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin. Ia lahir pada 1 Januari 1915 di Kampung Suryalaya, Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia adalah putra dari Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad Abah Sepuh, pendiri Pesantren Suryalaya, dan ibu yang bernama Hajjah Juhriyah. Abah Anom mengawali pendidikan dari ayahnya sendiri, Abah Sepuh yang mengajarinya dasar-dasar ilmu agama. Pendidikan formalnya ditempuh saat ia berusia delapan tahun dengan bersekolah di Sekolah Dasar di Ciamis. Lalu, ia melanjutkan pendidikannya dengan masuk sekolah tingkat menengah di Ciawi, Tasikmalaya. Sejak tahun 1930, ia nyantri ke beberapa pesantren di Jawa Barat, karena orang tuanya berkeinginan agar Abah Anom kelak dapat menggantikan posisi ayahnya sebagai pengasuh Pesantren Suryalaya. Semula Abah Anom nyantri di sebuah pesantren di Cicariang, Cianjur. Kemudian, pindah ke Pesantren Jambudwipa Cianjur selama lebih dari dua tahun. Ia lalu pindah ke Pesantren Gentur Cianjur yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi. Dua tahun kemudian, tepatnya sejak tahun 1935 sampai 1937, ia melanjutkan pendidikan di Pesantren Cireungas, Cimelati, Sukabumi yang saat itu diasuh oleh Ajengan Aceng Mumu, seorang ahli hikmah dan ilmu silat. Di pesantren terakhir inilah, ia mulai mematangkan keilmuannya, tidak hanya di bidang keilmuan Islam, tetapi juga dalam ilmu bela diri dan lain-lain. Berbekal keilmuannya, Abah Anom memberanikan diri menikahi gadis bernama Euis Siti Ruyanah pada usia 23 tahun. Tak lama kemudian, tepatnya pada tahun 1938, ia berangkat ke tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus menuntut ilmu. Kala bermukim di Makkah selama kurang lebih tujuh bulan, ia sangat rajin mengikuti pertemuan bandungan di Masjidil Haram yang disampaikan guru-guru yang berasal dari Makkah dan Mesir. Ia juga aktif mengunjungi Ribat Naqsabandi di Jabal Gubaisy, untuk muzakarah ngaji kitab tasawuf karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani, yakni kitab _Sirr al-Asrar dan Ghaniyyat at-Talibin, kepada Syekh Romli, seorang ulama dari Garut. Sepulang dari Makkah, Abah Anom ikut serta memimpin Pesantren Suryalaya mendampingi ayahnya. Namun, karena tahun 1939 sampai 1945 merupakan masa-masa menjelang kemerdekaan, ia lebih aktif sebagai pejuang yang turut menjaga keamanan dan ketertiban NKRI. Ketika terjadi gerakan Darul Islam DI/TII di Jawa Barat, ia memutuskan segera bergabung dengan TNI untuk melawan gerakan tersebut. Dengan demikian, pada masa akhir sampai awal kemerdekaan, ia sangat berkontribusi dalam menjaga kedaulatan NKRI, baik dari penjajahan bangsa asing maupun dari gerakan makar saudara sebangsa sendiri. Abah Anom memimpin Pesantren Suryalaya secara penuh ketika ayahnya, Abah Sepuh wafat pada tahun 1956. Ketika itu, DI/TII terus bergerak aktif melakukan perlawanan menentang pemerintahan Indonesia di bawah Presiden Sukarno. Tidak kurang dari tiga puluh delapan kali Pesantren Suryalaya mendapat teror dari DI/TII, terhitung sejak tahun 1950 sampai 1960. Untuk menghadapi teror dan serangan DI/TII, Abah Anom selaku pemimpin Pesantren Suryalaya selalu menginstruksikan kepada para santri dan pengikutnya untuk memberikan perlawanan secara gigih. Atas kontribusinya tersebut, ia memperoleh penghargaan dari pemerintah RI. Abah Anom adalah seorang kiai yang dikenal memiliki karamah berupa kesaktian. Konon, ada banyak kisah yang tersebar mengenai karamah Abah Anom, seperti yang dituliskan di buku-buku latar belakang dan perkembangan Pesantren Suryalaya. Di antaranya, kisah seorang kapten sakti yang ingin menjajal ilmu kesaktian Abah Anom berikut. Alkisah, pada suatu hari, seorang kapten yang sakti dan beberapa anak buahnya datang berkunjung ke Pesantren Suryalaya. Kapten itu membawa sebuah batu kali sebesar kepalan tangan di kantongnya. Batu itu lantas dikeluarkan dan diletakkan di tangannya. Dengan sekali pukul, sang kapten berhasil membelah batu tersebut menjadi dua. Setelah unjuk kebolehan, kapten itu dengan sombong menyerahkan batu kalinya pada Abah Anom agar si tuan rumah mempertontonkan kemampuannya. Abah Anom hanya tersenyum seraya menerima batu kali dari tangan si kapten. Batu kali itu segera diremasnya. Secara ajaib, batu kali berubah bentuk menjadi tepung yang halus. Si kapten terbelalak, seolah tidak percaya dengan kesaktian yang dipertontonkan oleh Abah Anom. Bila si kapten hanya mampu membelah batu kali menjadi dua, Abah Anon justru membuatnya menjadi seperti tepung. Beberapa saat kemudian, Abah Anom meminta segelas air yang di dalamnya terdapat seekor ikan kepada salah seorang santrinya. Gelas air berisi ikan itu kemudian diberikan kepada si kapten. Dengan sikap yang masih sombong, si kapten segera bergaya seperti orang yang memancing. Dengan gayanya itu, ia berhasil membuat ikan di dalam gelas seakan benar-benar terpancing. Si kapten pun kembali menyombongkan kemampuannya di hadapan Abah Anom. Giliran Abah Anom yang unjuk kebolehan. Ia kemudian memberikan isyarat jari telunjuk, tiba-tiba ikan dalam gelas itu berpindah ke hadapannya. Ikan itu seolah terkait dengan pancingan telunjuknya. Tidak sampai di situ, Abah Anom kembali memperlihatkan kesaktiannya yang lain. Ia memberikan isyarat tangan yang seolah-olah memegang ketapel. Ia lalu mengarahkan tangannya ke langit untuk membidik sesuatu. Dengan sekali bidik, seekor burung tiba-tiba jatuh di hadapannya. Melihat kesaktian Abah Anom tersebut, si kapten hanya bisa seolah tidak percaya dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Si kapten yang sakti nan sombong itu kemudian bersujud di hadapan Abah Anom, seraya meletakkan lututnya pada lutut Abah Anom. Ia mengaku kalah dan segera meminta maaf akan kesombongannya. Selain itu, ia juga minta ditalqinkan untuk menganut dan mengamalkan tarekat yang dipimpin oleh Abah Anom. Sejak itulah, ia menjadi pengikut ajaran Abah Anom. Abah Anom wafat pada 5 September 2011. Ia dikenal sebagai wali yang istimewa. Keistimewaannya tentu tidak sekadar karena karamahnya, tetapi lebih-lebih karena ia adalah seorang ulama yang ahli ibadah, dzikir, dan ilmu. Dengan kapasitasnya ini pantas bila ia begitu disegani oleh kalangan ulama di tanah air. Penulis adalah santri Kutub dan editor di Jogjakarta
Tasikmalaya - KH Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin atau populer dengan nama Abah Anom merupakan seorang ulama kharismatik dari tanah Sunda. Abah Anom adalah ulama sakti yang sangat dihormati khususnya oleh masyarakat Jawa Barat. Pangersa Abah Anom lahir di Kampung Suryalaya, Tasikmalaya pada 1 Januari 1915. Sejak kecil ia sudah dididik ketat untuk mendalami ilmu agama Islam oleh orangtuanya. Ayah Abah Anom bernama Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad Abah Sepuh, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya. Tidak heran jika seorang ayah menginginkan putranya melanjutkan perjuangannya. Sementara, ibunya bernama Hajjah Juhriyah. 4 Kisah Ajaib di Zaman Rasulullah yang Jarang Diketahui Biografi Syekh Kholil Bangkalan, Mahaguru Ulama dan Kiai Nusantara Mengenal Abah Guru Sekumpul, Ulama Besar yang Khumul Abah Anom mempelajari dasar ilmu agama dari ayahnya. Di samping itu, ia menempuh pendidikan formal sekolah dasar di Ciamis pada usia 8 tahun. Kemudian dilanjutkan sekolah tingkat menengah di Ciawi, Tasikmalaya. Abah Anom memulai pengembaraan menuntut ilmu agamanya ke berbagai pesantren di Jawa Barat sejak tahun 1930. Beliau pernah nyantri di pesantren Cicariang Cianjur, Jambudwipa Cianjur, hingga Gentur Cianjur yang saat itu diasuh Ajengan Syatibi. Pada 1935-1937 Abah Anom berguru ke Ajengan Aceng Mumu, seorang ahli hikmah dan ilmu silat di Pesantren Cireungas, Cimelati, Sukabumi. Di pesantren ini Abah Anom mematangkan ilmunya. Tidak hanya mendalami Islam, tapi juga mempelajari ilmu lain seperti bela diri. Saksikan Video Pilihan IniMengenang Pahlawan Musik Didi Kempot, The Lord of AmbyarBelajar di MakkahPandangan udara saat Umat Muslim melaksanakan salat menghadap Kakbah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Kamis 16/8. Jutaan umat Islam dari berbagai negara semakin memadati Masjidil Haram menjelang puncak pelaksanaan ibadah haji. AP Photo/Dar YasinMengutip laman Nahdlatul Ulama NU, perjalanan nyantri Abah Anom tidak berhenti di Jawa Barat. Setelah menikahi gadis bernama Euis Siti Ruyanah pada usia 23 tahun, Abah Anom terbang ke Makkah pada 1938 untuk menunaikan ibadah haji sekaligus menuntut ilmu. Selama di Tanah Suci, Abah Anom sering mengikuti kajian di Masjidil Haram yang disampaikan guru-guru dari Makkah dan Mesir. Ia juga aktif mengunjungi Ribat Naqsabandi di Jabal Gubaisy, untuk muzakarah ngaji kitab tasawuf karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani, yakni kitab Sirr al-Asrar dan Ghaniyyat at-Talibin, kepada Syekh Romli, seorang ulama dari Garut. Abah Anom menghabiskan waktu bermukim di Makkah sekitar 7 bulan. Kemudian ia pulang ke Tanah Air dan membantu ayahnya memimpin Pesantren Suryalaya. Namun, ia lebih aktif sebagai pejuang membantu menjaga keamanan dan ketertiban Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI karena tahun 1939 sampai 1945 merupakan masa-masa menjelang kemerdekaan. Memimpin Pesantren Abah Anom baru memimpin Pesantren Suryalaya secara penuh ketika ayahnya wafat pada 1956. Pada masa yang sama, Darul Islam DI/TII di Jawa Barat terus bergerak aktif melakukan perlawanan menentang pemerintahan Indonesia di bawah Presiden Soekarno. Bahkan, pesantren yang dipimpin Abah Anom sering mendapat teror dari DI/TII. Untuk menghadapi teror dan serangan DI/TII, Abah Anom selalu menginstruksikan kepada para santri dan pengikutnya untuk memberikan perlawanan secara gigih. Atas kontribusinya tersebut, ia memperoleh penghargaan dari pemerintah Republik Anom. Dok Pesantren SuryalayaAbah Anom termasuk ulama yang sakti. Ia memiliki karomah luar biasa. Tentu semua ini atas kehendak dan izin Allah SWT. Suatu ketika, Abah Anom kedatangan seorang kapten sakti beserta anak buahnya. Kapten tersebut berkunjung ke Pesantren Suryalaya sambil membawa sebuah batu kali sebesar kepalan tangan tangan di kantongnya. Kapten tersebut menunjukkan keahliannya di depan Abah Anom. Batu yang ia bawa dikeluarkan dan diletakkan di tangannya. Dengan sekali pukul, batu tersebut terbelah menjadi dua. Sang kapten kemudian meminta Abah Anom menunjukkan kemampuannya. Dengan santai dan tersenyum, Abah Anom yang menerima batu dari kapten itu langsung meremasnya hingga menjadi tepung yang halus. Kemudian Abah Anom meminta segelas air yang di dalamnya terdapat seekor ikan kepada santrinya. Gelas air yang berisi ikan itu diberikan kepada si kapten. Dengan sombongnya, kapten itu bergaya seolah sedang memancing. Ia berhasil membuat ikan di dalam gelas terpancing. Lagi-lagi, ia menyombongkan keahliannya kepada Abah Anom. Ketika giliran Abah Anom, ulama sakti ini hanya memberikan isyarat jari telunjuk. Ikan dalam gelas air itu langsung pindah ke hadapannya. Masih dengan jari telunjuknya, Abah Anom memberikan isyarat seolah-olah memegang ketapel. Ia mengarahkan tangannya ke langit. Sekali bidikan berhasil membuat seekor burung tiba-tiba jatuh di hadapannya. Melihat kesaktian Abah Anom, kapten tadi meminta maaf. Ia pun akhirnya menjadi pengikut Abah Anom. Wafat Abah Anom wafat pada 5 September 2011. Abah Anom dimakamkan di dalam areal Pesantren Suryalaya, Jalan Suryalaya, Desa Tanjungkerta, Kecamatan Pagerageung, Tasikmalaya, Jawa Barat. Sampai saat ini, makam Abah Anom sering diziarahi oleh umat Islam dari berbagai penjuru negeri.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.